Sabtu, 26 Oktober 2013

Sejarah Rokok Indonesia


SEJARAH ROKOK DI INDONESIA
Kalau berbicara tentang rokok, pasti tidak asing lagi terdengar di telinga kita semua. Siapa yang tak tahu tentang rokok??? Iklannya ada, spanduknya, bahkan sampai menjadi sponsor sepakbola di Indonesia juga ada.
Walau hanya tedikit, tetapi saya ingin menjelaskan tentang sejarah rokok ini. Kebiasaan merokok di Indonesia ini menurut TS Raffless dalam History of Java, pertama kali diperkenalkan oleh orang Netherland pada tahun 1601. Dalam Babad Ing Sangkala juga disebutkan bahwa kebiasaan merokok muncul berbarengan dengan mangkatnya Panembahan Senopati, yakni antara tahun 1601-1602. Di daerah yang lain, sumbernya berasal dari dalam catatan orang Eropa, yaitu pada tahun 1603, diceritakan bahwa penguasa Aceh  telah terbiasa mengisap tembakau. Pada tahun yang sama, keberadaan perokok di suku Jawa mulai terlihat di daerah Banten.
Namun kebiasaan merokok pada periode awal ini baru sebatas di kalangan orang Belanda, keraton dan para priyayi. Jadi bisa dibilang rokok masih sangat mewah banget bagi masyarakat jelata. Baru sepanjang kurun waktu abad ke- XVI, yaitu pada periode awal kerajaan Mataram Islam, kegiatan merokok mulai tampak biasa dikalangan masyarakat umum. Pada masa Mataram Islam, kebiasaan merokok memang telah meluas di kalangan masyarakat Jawa. Tetapi pada dua abad sebelumnya, kebiasaan merokok hanya lazim dilakukan oleh para kalangan Keraton Mataram, Sultan Agung. 
Solichin Salam dalam karangannya, Kudus dan Sejarah Rokok Kretek, bahwa pada tahun 1624, para pembesar Jawa di Keraton Kartasura juga sudah gemar menghisap rokok dari tembakau. Sedangkan kebiasaan yang biasa dilakukan oleh rakyat jelata dalam menikmati tembakau pada masa itu masih berupa mengunyah sirih pinang.
Mengunyah sirih pinang (menginang), akhirnya menjadi bagian kebudayaan di dalam Nusantara dan merupakan jenis narkose yang paling digemari. Boleh dibilang, menginang merupakan cikal bakal perkenalan orang Indonesia terhadap kretek. Terutama ketika tradisi ini di kemudian hari, disertai dengan penggunaan kapur (injet), gambir, dan tembakau. Apalagi, dari segi unsurnya, bahan-bahan dasar untuk menginang bisa dibilang sama persis dengan apa yang terkandung di dalam kretek. Tembakau untuk campuran sirih pinang dikenal oleh orang banyak dengan nama tembakau sugi. Orang-orang Jawa menyebutnya mbako susur.
Di antara sekian rokok asli khasanah Nusantara, yang hingga kini terus berkibar dan berkembang adalah kretek. Kretek, bagaimanapun  identik dengan kota Kudus. Selain karena di kota inilah industri rumahan kretek dimulai, di sini pula sebagian besar raja kretek seperti Nojorono, Djambu Bol, dan Djarum membangun dan mengembangkan industrinya.
Ada beberapa pendapat mengenai siapa sebenarnya yang pertama kali menciptakan kretek, yang paling populer adalah Hadji Djamhari. Kisah tentang Hadji Djamhari dan kretek adalah ibarat kumpulan keping-keping puzzel yang dituturkan kembali secara terpisah-pisah oleh para penduduk daerah Kudus. Riwayatnya dimulai ketika Hadji Djamhari menderita sakit dada yang berkepanjangan. Dan untuk mengobatinya, ia mencoba menggosokkan minyak cengkeh di bagian dada dan punggungnya, ternyata merangsur-angsur tubuhnya mulai membaik. Lantas ia mencoba mengunyah cengkeh, hasilnya jauh lebih baik. Kemudian terlintas dalam pikirannya untuk mencampurkan rempah-rempah ini dengan tembakau yang biasa dipakainya untuk merokok. Maka hasilnya, penyakit dada Hadji Djamhari menjadi sembuh.
Cara pengobatan ini dengan cepat mulai menyebar.  Djamhari pun meracik dan menjualnya, hingga akhirnya ia kebanjiran permintaan dari pembeli. Permintaan "rokok obat" ini pun mengalir. Djamari melayani banyak permintaan rokok cengkeh. Lantaran ketika dihisap, cengkeh yang terbakar mengeluarkan bunyi "keretek", maka rokok temuan Djamari ini dikenal dengan "rokok kretek". Awalnya, kretek ini dibungkus klobot atau daun jagung kering. Dijual per ikat dimana setiap ikat terdiri dari 10, tanpa selubung kemasan sama sekali. Rokok kretek pun kian dikenal. Karena memiliki kualitas pengobatan, kretek pun dijual di seluruh toko-toko obat. Hingga pada akhir dekade 80-an, kretek masih diposisikan sebagai obat. Terbukti pada beberapa kemasan merek sigaret kretek pada masa itu yang tertulis: Kalau Anda batuk dan isep ini rokok, maka batuk Anda akan sembuh.” Penemuan Hadji Djamhari ini kemudian menumbuhkan keinginan para produsen untuk membuat kretek berskala rumahan di Kudus. Konon Djamari meninggal pada 1890. Identitas dan asal-usulnya hingga kini masih samar. Hanya temuannya itu yang terus berkembang.

Sepuluh tahun kemudian, penemuan Djamari menjadi dagangan memikat di tangan Nitisemito, perintis industri rokok di daerah Kudus. Bisnis rokok dimulai oleh  Nitisemito pada 1906 dan pada 1908 usahanya resmi terdaftar dengan merek "Tjap Bal Tiga". Bisa dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di Indonesia.
Budiman dan Onghokham memperkirakan kelahiran industri kretek di Kudus tersebut terjadi di antara tahun 1870 sampai tahun 1880, sementara Hanusz secara pasti menyebut terjadi pada  awal tahun 1880 sebagai masa kelahiran kretek. Kretek, bagaimanapun membutuhkan kreativitas intuitif untuk membubuhkan serpihan cengkeh ke dalam sigaret. Demikian yang dilakukan oleh pribumi bernama Haji Djamhari.

Menurut Hanusz, terdapat sekurang-kurangnya lima puluh sampai dengan lebih dari seratusan rasa berbeda dalam saus kretek. Saus dalam kretek mencirikan selera dan kepekaan masyarakat, yakni kegemaran untuk menambahkan perasa pada yang disajikan. Kegemaran khusus ini sebenarnya tecermin juga di dalam tradisi mengunyah sirih pinang, sebab orang bumiputera biasanya menambahkan cengkeh dan rempah lainnya untuk menemani bahan-bahan utamanya.
Setidaknya ada dua alasan utama mengapa Saus menjadi penting bagi kretek. Pertama ialah mencirikan karakter rasa dan merek rokok. Saus, dalam hal ini, ditambahkan demi memperkuat rasa racikan berbagai jenis tembakau di dalamnya, sekaligus sebagai bumbu penyedap, yang mencirikan keunikan masing-masing kretek. Kedua, yang tak kalah penting dan lebih fundamental, ialah bahwa sebagian besar tembakau kering tak langsung siap saji, karena tingginya kandungan kadar alkohol. Karenanya saus dalam hal ini berperan menetralisir rasa tembakau yang masih kasar, sekaligus menjaga dan menstabilkan konsistensi rasanya.

silahkan dicoba : http://VisitsToMoney.com/index.php?refId=294505
sumber : Komunitas Kretek dan semua sumber

Tidak ada komentar: